Hari telah senja awan mendung pun mulai
menyelimuti kota metropolitan ini membuat suasana semakin gelap, di saat
itu di sebuah SMU Negeri terkenal di kota itu nampak gadis-gadis
membubarkan diri dari sebuah ruang aula olahraga. Mereka mengakhiri
latihan rutin paduan suaranya.
Tawa dan canda khas gadis-gadis SMU mengiringi mereka bubar, satu
demi satu mereka keluar dari halaman sekolah yang telah gelap itu.
Sementara itu suara gunturpun terdengar pertanda hujan akan segera
turun. Ada yang dijemput oleh orangtuanya, adapula yang membawa mobil
pribadi, dan ada juga yang menggunakan angkutan umum.
Aku sangatlah hafal dengan aktifitas anak-anak SMU ini, karena memang
sudah hampir sebulan ini aku bekerja sebagai tukang cat disekolah ini.
Usiaku memang sudah tidak muda lagi, saat ini aku berusia 48 tahun. Aku
adalah seorang duda, istriku sudah lama minggat meninggalkanku setelah
mengetahui aku tengah melakukan hubungan intim dengan keponakannya.
Reputasiku sebenarnya lebih banyak didunia hitam, dulu aku dikenal
sebagai seorang germo yang aku sambi dengan berdagang ganja. Namun
beberapa bulan yang lalu semua para wanita yang aku jajakan terkena
razia dan kemudian bisnis ganjaku hancur setelah kurir yang biasa
membawa ganja ditembak mati oleh aparat.
Di sekolah ini aku tidaklah sendirian aku masuk bekerja dengan
sahabatku yang bernama Charles yang seorang residivis kambuhan. Usianya
tidak begitu jauh denganku yaitu 46 th, perawakannya tinggi besar
rambutnya panjang dan kumal. Kami berdua sengaja hidup berpindah-pindah
tempat. Kami bukanlah pekerja tetap di sekolah ini, kami hanya mendapat
order untuk mengerjakan pengecatan kusen-kusen pintu-pintu kelas di
sekolah ini.
Kami tidak dibayar mahal namun kami memiliki kebebasan untuk tinggal
dilingkungan sekolah ini. Maklumlah kami adalah perantau yang hidup
nomaden. Di antara gadis-gadis tadi, ada salah seorang yang paling
menonjol. Aku sangatlah hafal dengannya. Karena memang dia cantik,
lincah dan aktif dalam kegiatan sekolah, sehingga akupun sering melihat
dia mondar-mandir di sekolahan ini.
Adinda Wulandari namanya. Postur tubuhnya mungil, wajahnya cantik dan
imut-imut, kulitnya putih bersih serta wangi selalu, rambutnya ikal
panjang sebahu dan selalu diikat model ekor kuda. Penampilannyapun modis
sekali, seragam sekolah yang dikenakannya selalu berukuran ketat, rok
seragam abu-abunya berpotongan sejengkal di atas lutut sehingga pahanya
yang putih mulus itu terlihat, ukuran roknyapun ketat sekali membuat
pantatnya yang sekal itu terlihat menonjol, sampai-sampai garis celana
dalamnya pun terlihat jelas melintang menghiasi lekuk pantatnya, tak
lupa kaos kaki putih selalu menutupi betisnya yang putih mulus itu.
Tidak bisa kupungkiri lagi aku tengah jatuh cinta kepadanya. Namun
perasaan cintaku kepada Adinda lebih didominasi oleh nafsu sex semata.
Gairahku memuncak apabila aku memandanginya atau berpapasan dengannya
disaat aku tengah bekerja di sekolah ini. Ingin aku segera
meyetubuhinya. Banyak sudah pelacur-pelacur kunikmati akan tetapi belum
pernah aku menikmati gadis perawan muda yang cantik dan sexy seperti
Adinda ini. Aku ingin mendapatkan kepuasan itu bersama dengan Adinda.
Informasi demi informasi kukumpulkan dari orang-orang disekolah itu,
dari penjaga sekolah, dari tukang parkir, dari karyawan sekoah. Dari
merekalah aku mengetahui nama gadis itu. Dan dari orang-orang itupun aku
tahu bahwa Adinda adalah seorang siswi yang duduk di kelas 2, umurnya
baru 16 tahun. Beberapa saat yang lalu dia merayakan hari ulang tahunnya
yang ke-16 di kantin sekolah ini bersama teman-temannya sekelas. Diapun
termasuk siswi yang berprestasi, aktif dalam kegiatan paduan suara dan
paskibra di sekolah ini. Dan yang informasi terakhir yang kudapat bahwa
dia ternyata adalah salah seorang finalis foto model yang
diselenggarakan oleh sebuah majalah khusus untuk remaja putri terkenal
di Negeri ini dan bulan depan dia akan mengikuti seleksi tahap akhir.
Kini disaat sekolah telah sepi salah satu dari gadis-gadis anggota
paduan suara tadi itu tengah merintih-rintih dihadapanku. Dia adalah
gadis yang terakhir kalinya masih tersisa di dalam sekolah ini, yang
sedang asyik bercanda ria dengan temannya melalui HP-nya, semetara yang
lainnya telah meninggalkan halaman sekolah. Beberapa menit yang lalu
melalui sebuah pergulatan yang tidak seimbang aku telah berhasil
meringkusnya dengan mudah, kedua tangannya kuikat dengan kencang
kebelakang tubuhnya, dan mulutnya kusumpal dengan kain gombal. Setelah
itu kuseret tubuhnya ke bangsal olahraga yang berada di bagian belakang
bangunan sekolah ini.
Tidak salah salah lagi gadis itu adalah Adinda, gadis cantik sang
primadona sekolah ini yang telah lama kuincar. Aku sangat hafal dengan
kebiasaannya yaitu menunggu jemputan supir orang tuanya di kala selesai
latihan sore dan sang supir selalu terlambat datang setengah jam dari
jam bubaran latihan. Sehingga dia paling akhir meninggalkan halaman
sekolah. Kini dia meringkuk dihadapanku, dengan tangisannya yang teredam
oleh kain gombal yang kusumpal di mulutnya.
Sepertinya dia memohon-mohon sesuatu padaku tetapi apa peduliku, air
matanya nampak mengalir deras membasahi wajahnya yang cantik itu.
Sesekali nampak dia meronta-ronta mencoba melepaskan ikatan tali tambang
yang mengikat erat di kedua tangannya, namun sia-sia saja, aku telah
mengikat erat dengan berbagai simpul.
Posisinya kini bersujud di hadapanku, tangisannya kian lama kian
memilukan, aku menyadari sepenuhnya bahwa dia kini tengah berada dalam
rasa keputusasaan dan ketakutan yang teramat sangat di dalam dirinya.
Kunyalakan sebatang rokok dan kunikmati isapan demi isapan rokok sambil
kutatap tajam dan kupandangi tubuh gadis cantik itu, indah nian
tubuhnya, kulitnya putih bersih, pantatnya sekal berisi.
Kunikmati rintihan dan tangis gadis cantik yang tengah dilanda
ketakutan itu, bagai seseorang yang tengah menikmati alunan musik di
dalam ruangan sepi. Suara tangisnya yang teredam itu memecahkan
kesunyian bangsal olahraga di sekolah yang tua ini. Sesekali dia
meronta-ronta mencoba melepaskan tali ikatan yang mengikat kedua
tangannya itu.
Lama kelamaan kulihat badannya mulai melemah, isak tangisnya tidak
lagi sekeras tadi dan sekarang dia sudah tidak lagi meronta-ronta
mungkin tenaganya telah habis setelah sekian lamanya menagis
meraung-raung dengan mulutnya yang telah tersumbat. Sepertinya di dalam
hatinya dia menyesali, kenapa Heru supirnya selalu terlambat
menjemputnya, kenapa tadi tidak menumpang Desy sahabat karibnya yang
tadi mengajaknya pulang bareng, kenapa tadi tidak langsung keluar dari
lingkungan sekolah di saat latihan usai, kenapa malah asyik melalui HP
bercanda ria dengan Fifi sahabatnya. Yah, semua terlambat untuk disesali
pikirnya, dan saat ini sesuatu yang mengerikan akan terjadi pada
dirinya.
“Beres Yon.., pintu pagar depan sudah gue tutup dan gembok”, terdengar suara dari seseorang yang tengah memasuki bangsal.
Ternyata Charles dengan langkah agak gontai dia menutup pintu bangsal yang mulai gelap ini.
“OK.. Sip, gue udah beresin nih anak, tinggal kita pake aja..”, ujarku kepada Charles sambil tersenyum.
Kebetulan malam ini Pak Parijan sang penjaga sekolah beserta
keluarganya yang tinggal di dalam lingkungan sekolah ini yaitu sedang
pulang kampung, baru besok lusa mereka kembali ke sekolah ini. Mereka
langsung mempercayakan kepada kami untuk menjaga sekolah ini selama
mereka pergi.
Maka tinggallah kami berdua bersama dengan Adinda yang masih berada
di dalam sekolah ini. Pintu gerbang sekolah telah kami rantai dan kami
gembok sehingga orang-orang menyangka pastilah sudah tidak ada aktifitas
atau orang lagi di dalam gedung ini. Pak Heru sang supir yang menjemput
Adinda pastilah berpikiran bahwa Adinda telah pulang, setelah melihat
keadaan sekolah itu.
Kupandang lagi tubuh Adinda yang lunglai itu, badannya bergetar
karena rasa takutannya yang teramat sangat di dalam dirinya. Hujanpun
mulai turun, ruangan di dalam bangsal semakin gelap gulita angin
dinginpun bertiup masuk ke dalam bangsal itu, Charles menyalakan satu
buah lampu TL yang persis diatas kami, sehingga cukup menerangi bagian
disekitar kami saja. Kuhisap dalam-dalam rokokku dan setelah itu
kumatikan. Mulailah kubuka bajuku satu per satu, hingga akhirnya aku
telanjang bulat. Batang kemaluanku telah lama berereksi semenjak
meringkus Adinda di teras sekolah tadi.
“Gue dulu ya..”, ujarku ke Charles.
“Ok boss..”, balas Charles sambil kemudian berjalan meninggalkan aku keluar bangsal.
Kudekati tubuh Adinda yang tergolek dilantai, kuraba-raba punggung
gadis itu, kurasakan detak jantungnya yang berdebar keras, kemudian
tanganku turun hingga bagian pantatnya yang sekal itu, kuusap-usap
pantatnya dengan lembut, kurasakan kenyal dan empuknya pantat itu sambil
sesekali kutepok-tepok. Badan Adinda kembali kurasakan bergetar,
tangisnya kembali terdengar, sepertinya dia kembali memohon sesuatu,
akan tetapi karena mulutnya masih tersumbat suaranyapun tidak jelas dan
aku tidak memperdulikannya.
Dari daerah pantat tanganku turun ke bawah ke daerah lututnya dan
kemudian menyelinap masuk ke dalam roknya serta naik ke atas ke bagian
pahanya. Kurasakan lembut dan mulus sekali paha Adinda ini, kuusap-usap
terus menuju keatas hingga kebagian pangkal pahanya yang masih ditutuph
oleh celana dalam.
Karena sudah tidak tahan lagi, kemudian aku posisikan tubuh Adinda
kembali bersujud, dengan kepala menempel dilantai, dengan kedua
tangannya masih terikat kebelakang. Aku singkapkan rok seragam abu-abu
SMU-nya sampai sepinggang.
“Waw indah nian.. Gadis ini” gunamku sambil melototi paha dan pantat sekal gadis ini.
Kemudian aku lucuti celana dalamnya yang berwarna putih itu,
terlihatlah dua gundukan pantat sekal gadis ini yang putih bersih.
Sementara Adinda terus menangis kini aku memposisikan diriku berlutut
menghadap ke pantat gadis itu, kurentangkan kedua kakinya melebar
sedikit. Dengan jari tengahku, aku coba meraba-raba selangkangan gadis
ini. Disaat jari tengahku menempel pada bagian tubuhnya yang paling
pribadi itu, tiba-tiba tubuh gadis ini mengejang. Mungkin saat ini
pertama kali kemaluannya disentuh oleh tangan seorang lelaki.
Di saat kudapatkan bibir kemaluannya kemudian dengan jariku itu, aku
korek-korek lobang kemaluannya. Dengan maksud agar keluar sedikit cairan
kewanitaannya dari lobang kemaluannya itu. Tubuhnya seketika itu
menggeliat-geliat disaat kukorek-korek lobang kemaluannya, suara
desahan-desahanpun terdengar dari mulut Adinda, tidak lama kemudian
kemaluannya mulai basah oleh cairan lendir yang dikeluarkan dari lobang
vaginanya.
Setelah itu dengan segera kucabut jari tengahku dan kubimbing batang
kemaluanku denga tangan kiriku kearah bibir vagina Adinda. Pertama yang
aku pakai adalah gaya anjing, ini adalah gaya favoritku. Dan..
“Hmmpphh..”, terdengar rintihan dari mulut Adinda disaat kulesakkan batang kemaluanku kebibir vaginanya.
Dengan sekuat tenaga aku mulai mendorong-dorong batang kemaluanku
masuk kelobang kemaluannya. Rasanya sangat seret sekali, karena
sempitnya lobang kemaluan gadis perawan ini. Aku berusaha terus
melesakkan batang kemaluanku kelobang kemaluannya dengan dibantu oleh
kedua tanganku yang mencengkram erat pinggulnya.
Kulihat badan Adinda mengejang, kepala mendongak keatas dan sesekali
menggeliat-geliat. Aku tahu saat ini dia tengah merasakan sakit dan
pedih yang tiada taranya. Keringat terus mengucur deras membasahi baju
seragam sekolahnya, namun harum wangi parfumnya masih terus tercium,
membuat segarnya aroma Adinda saat itu, rintihan-rintihan terdengar dari
mulutnya yang masih tersumpal itu.
Dan akhirnya setelah sekian lamanya aku terus melesakkan batang
kemaluanku, kini bobol sudah lobang kemaluan Adinda. Aku telah berhasil
menanamkan seluruh batang kemaluanku ke dalam lobang vaginanya.
Kurasakan kehangatan di sekujur batang kemaluanku, dinding vagina Adinda
terasa berdenyut-denyut seperti mengurut-urut batang kemaluanku.
Sejenak kudiamkan batang kemaluanku tertanam di dalam lobang
vaginanya, kunikmati denyutan-demi denyutan dinding vagina Adinda yang
mencengkram erat batang kemaluanku. Selanjutnya kurasakan seperti ada
cairan mengucur mengalir membasahi batang kemaluanku dan kemudian
meluber keluar menetes-netes. Ah.. Ternyata itu darah, berarti aku telah
merenggut keperawanan dari gadis cantik ini.
Sementara itu kepala Adinda kembali tertunduk di lantai, desah
nafasnya terdengar keras, badannya melemas. Setelah itu, aku mulai
memompakan kemaluanku di dalam lobang vaginanya. Kedua tanganku yang
mencengkram erat pinggulnya juga membantu memajumundurkan tubuhnya.
Badan Adinda kembali tegang, rintihan kembali terdengar. Semakin lama
aku semakin mempercepat gerakanku, hingga tubuh Adinda tersodok-sodok
dengan cepat sesekali, badannya juga menggeliat-geliat.
Raut mukanya meringis-ringis akibat rasa sakit di selangkangannya.
Hujanpun mulai turun dengan deras dan aku ingin menikmati
rintihan-rintihan dari gadis ini. Sementara aku terus menyodok-nyodok
dari belakang, aku putuskan untuk membuka gombal yang sedari tadi
membekap mulutnya.
Dan, “Aakk.. Akkhh.. Oohh.. Ooh.. Iihh.. Oohh..”, suara erangan
Adinda kini terdengar, kunikmati suara-suara itu sebagai penghantar
diriku yang tengah menyetubuhi gadis ini.
Suaranya menggema di seluruh bangsal olahraga ini, namun masih
tertelan oleh suara derasnya hujan diluar. Adinda semakin terlihat
kepayahan, tubuhnya melemah namun aku masih terus menggenjotnya,
gerakanku semakin cepat.
Bosan dengan posisi itu aku cabut kemaluanku dari lobang vaginanya
dan kulihat darah berceceran membasahi selangkangannya dan kemaluanku.
Sejenak Adinda mendesahkan nafas lega, kubalik tubuhnya, dan kini posisi
dia telentang. Setelah itu kurentangkan kedua kakinya dan kulipat
hingga kedua pahanya menyentuh dadanya. Kulihat jelas kemaluan gadis
ini, indah sekali. Bulu-bulunya yang masih jarang-jarang itu tumbuh
menghias di sekitar bibir kemaluannya.
“Ohh.. Jangann Bang.. Ampun.. Bang.. Oohh.. Sakitt sekali.. Bang”,
terdengar Adinda merintih pelan memohon belas kasihan kepadaku.
Dengan menyeringai aku tindih tubuh Adinda itu. Kembali aku benamkan batang kemaluanku di dalam lobang vaginanya.
“Aakkhh..”, Adinda terpekik matanya terpejam, roman mukanya kembali
meringis kesakitan dikala aku menanamkan batang kemaluanku ke dalam
lobang kemaluannya.
Setelah itu aku kembali memompakan tubuhku, menggenjot tubuh Adinda.
Batang kemaluanku dengan gaharnya mengaduk aduk, menyodok-nyodok lobang
kemaluannya. Tubuh Adinda kembali tersodok-sodok. Sesekali kuputar-putar
pinggulku, yang membuat tubuh Adinda kembali kelojotan, dari bibir
Adinda terdengar desahan-desahan halus
“Ohh.. Enngghh.. Oohh.. Ohh.. Oohh..”.
Setelah sekian menit lamanya aku menyetubuhinya, aku merasakan diriku
akan berejakulasi. Segera kupeluk kepalanya dan kucengkram erat dengan
kedua tanganku setelah itu irama gerakanku kupercepat.
“Aakkhh..” akupun mengejan, tubuhku mengeras. Croot.. Croott..
Croott.. Akupun berejakulasi, kusemprotkan spermaku di dalam rahimnya.
Banyak sekali sperma yang kukeluarkan menyemprot membasahi liang
vaginanya hingga meluber keluar meleleh membasahi pahanya.
Kulihat raut muka Adinda saat itu nampak panik, sinar matanya
menunjukkan kekalahan dan kepedihan. Dengan tatapan sayu dia
memandangiku disaat aku mengejan menyemprotkan spermaku yang terakhir.
Ahh nikmat sekali gadis ini, baru kali ini aku merengut keperawanan
seorang gadis kota yang cantik.
Setelah itu akupun merebahkan tubuhku menindih tubuhnya yang lemah,
sambil mengatur nafasku. Tubuhku berguncang-guncang akibat dari
isakan-isakan tangisnya serta nafasnya yang tersengal-sengal, sementara
itu kemaluanku kubiarkan tertanam di dalam lobang kemaluannya.
Kubelai-belai rambutnya, kukecup-kecup pipi dan bibirnya. Terasa
lembut sekali bibirnya, kumainkan lidahku di dalam mulutnya, sejenak aku
bercumbu mesra dengan Adinda. Dia hanya terisak-isak dengan nafas yang
terus tersengal-sengal. Akhirnya kusudahi permainanku ini, aku bangkit
sambil mencabut kemaluanku.
“Ouugghh..”, Adinda merintih panjang saat kutarik kemaluanku keluar dari lobang vaginanya.
Kulihat diselangkangannya telah penuh dengan cairan-cairan kental dan
darah penuh membasahi bulu-bulu kemaluannya. Tak kusadari Charles
ternyata telah berdiri didekatku, dan rupanya dia telah telanjang bulat
menunggu gilirannya, badannya yang kekar dan tinggi itu nampak semakin
sangar dengan banyaknya gambar-gambar tattoo yang menghiasi sekujur dada
dan lengannya. Dengan rasa toleran sebagai seorang sahabat, akupun
menyingkir dari tubuh Adinda yang tergolek lemas dilantai. Aku ambil
jarak beberapa meter dari tubuh Adinda kemudian aku kembali merebahkan
tubuhku. Dengan tiduran terlentang dilantai aku menggali kembali rasa
nikmatku setelah melampiaskan nafsuku ke Adinda tadi.
Sedang asyik-asyiknya aku istirahat, terdengar olehku bunyi sesuatu,
“Srett.. Sreett.. Sreett.. Brett..” diikuti oleh isak tangis Adinda yang
terdengar kembali.
Setelah kuperhatikan, oh ternyata Charles dengan sebuah pisau cutter
ditangannya tengah sibuk merobek-robek baju seragam Adinda. Dengan
kasarnya Charles mencabik-cabik baju seragam putih Adinda, termasuk BH
putih yang dikenalkannya. Dan akhirnya kini badan Adinda telah
telanjang, kedua buah payudaranya yang tidak begitu besar kini
terpampang jelas. Termasuk juga rok abu-abu yang melilit di pinggangnya
setelah kusingkap tadi dirobek-robeknya, haya sepasang kaos kaki putih
setinggi betisnya serta sepatu kets masih dikenakannya.
“Ouuhh.. Ammpuunn.. Bang.. Ampun..”, suara Adinda terdengar lirih
memohon-mohon ampun ke Charles yang sepertinya tengah kalap kemasukan
setan itu.
Setelah itu dengan gombal yang tadi menyumpal mulut Adinda, Charles
membersihkan daerah selangkangan Adinda. Dengan sedikit kasar Charles
mengusap-usap selangkangan Adinda sampai-sampai tubuh Adinda
menggeliat-geliat. Akupun kembali merebahkan tubuhku, mengatur nafasku
serta kunyalakan sebatang rokok sebagai penghantar istirahatku.
Sementara itu hujan diluar mulai reda, namun angin dingin terus
berhembus masuk ke dalam bangsal tempat pembantaian Adinda ini.
Tiba-tiba semenit kemudian di kala aku sedang rebahan dan asyik-asyiknya
menikmati rokokku. Terdengar olehku jerit Adinda yang memilukan
“Aaakkhh..”.
Akupun terbangun, kulihat dari asal suara itu. Ternyata Charles
tengah menyodomi Adinda. Posisi Adinda kembali bersujud dengan kepala
yang mendongak keatas, bola matanya terbelalak, wajahnya cantiknya
terlihat miris sekali, mulutnya menganga membentuk huruf “O” dan Charles
berada dibelakangnya tengah asyik menanamkan batang kemaluannya yang
besar itu ke dalam lobang anus Adinda.
“Aakkhh..” Charlespun mendesah lepas tatkala dia berhasil menanamkan batang kemaluannya dilobang anus Adinda.
Setelah itu lubang anus Adinda dihujani sodokan-sodokan batang
kemaluan Charles, Charles melakukannya dengan gerakan yang cepat dan
kasar sampai-sampai tubuh Adinda terdorong-dorong dan tersodok-sodok
dengan keras. Tidak ada suara rintihan lagi yang keluar dari mulut
Adinda mungkin karena suara tertahan ditenggorokannya karena menahan
rasa sakit yang dideritanya, akan tetapi badannya masih kaku menegang,
raut mukanya kini meringis-ringis, mulutnya masih saja menganga terbuka.
Rasa sakit dan pedih kembali melanda dirinya yang tengah disodomi
oleh Charles. Melihat ini aku kebali terangsang, nafsu birahiku kembali
memuncak. Aku bangkit dari rebahanku mendekati mereka berdua. Kemaluanku
kembali ereksi melihat keadaan Adinda yang tengah menderita. Kuamati
wajahnya dari dekat dan dia masih terlihat cantik, keringatpun mengucur
deras membasahi wajah cantiknya.
Aku dengan posisi berlutut berada didepan wajah Adinda, yang masih
mendongak kesakitan itu, sementara itu seluruh badannya terus
tersodok-sodok karena ulah Charles yang menggenjotnya dari belakang.
Kini aku dan Charles berhadap-hadapan sementara Adinda berada
ditengah-tengah kami. Charlespun menghentikan sejenak genjotannya untuk
memberikan kesempatan padaku memposisikan diri. Kuraih batang kemaluanku
yang telah berdiri tegak, dan kujejalkan kemulut Adinda yang masih
menganga itu.
Ah, rasa dingin dan basah menyelimuti sekujur batang kemaluanku
tatkala masuk di dalam rongga mulut Adinda. Nikmat rasanya, juga
kurasakan kelembutan mulut dan bibirnya di sekujur batang kemaluanku.
Setelah itu kembali Charles menggenjot tubuh Adinda dari belakang.
Kulirik mata Adinda menjadi sayu, nafasnya tersengal-sengal, aku hanya
berdiri santai saja, karena tubuh Adinda yang bergerak-gerak maju mundur
sebagai akibat sodokan,sodokan Charles yang tengah mulai menyodominya
kembali dari belakang. Kubelai-belai rambutnya yang indah, sambil
kutatap wajah dan badannya.
“Ahh.. Ahh.. Ah..”, nikmat sekali rasanya mulut gadis ini, sambil
memejamkan mata dan menikmati rokok aku terus merasakan kenikmatan di
sekujur batang kemaluanku yang tengah dikulum keluar masuk mulut Adinda.
Tidak lama kemudian Charles semakin cepat menggenjot, memompa lobang
anus Adinda, badannya semakin banyak mengeluarkan keringat, kulihat dia
sepertinya akan berejakulasi. Benar saja, tubuhnya nampak menggelinjang
dan dan menegang, dari mulut Charles keluar pekikan kecil yang disusul
oleh desahan yang penuh dengan kepuasan. Charlespun berejakulasi
dilubang dubur Adinda. Setelah itu badan Charlespun ambruk disamping
badan Adinda.
Akan tetapi posisiku masih tetap seperti semula, kemaluanku masih
tertanam dimulut Adinda. Kubuang rokokku dan dengan kedua tanganku
kuraih kepala Adinda, kini dengan gerakan tanganku kepala Adinda ku
maju-mundurkan. Ah.. Nikmat rasanya, kemaluanku seperti dipijit-pijit
dengan mulut Adinda, bibir sensualnya melingkari batang kemaluanku,
memberi rasa nikmat tersendiri, kurasakan pula lidahnya menggelitik
kepala batang kemaluanku, ah nikmatnya penuh sensasi.
Setelah sekian lama menikmati itu, tiba-tiba kembali aku akan
berejakulasi, maka kugerakkan kepalanya semakin cepat untuk mengulum
batang kemaluanku. Dan, akupun berejakulasi di dalam mulut Adinda,
spermaku memancar keluar membasahi mulut hingga tenggorokannya
sampai-sampai meleleh keluar dari mulutnya.
Rasa nikamat yang tiada taranya kembali melanda sekujur tubuhku.
Kucabut batang kemaluanku dari mulutnya, dan Adinda terbatuh-batuk
sepeti akan muntah, samar-samar kulihat mulutnya penuh dengan
cairan-cairan lendir kental sampai membuat mulutnya nampak mengkilat
karena belepotan cairan sperma.
Wajahnya yang lesu dan lemah sejenak memandangku dengan tatapan mata
sayu penuh dengan keputus-asaan serta air mata yang kembali meleleh.
Kemudian dia terjatuh lunglai dilantai, hanya suara nafasnya yang
terdengar menderu-deru tersengal-sengal dan isakan-isakan tangisnya. Aku
kembali merebahkan tubuhku di samping Adinda, akhirnya akupun tertidur.
Tidak lama rupanya aku tertidur, dan kemudian terjaga setelah kembali
telingaku menagkap suara erangan-erangan dan rintihan-rintihan. Setelah
aku bangun ternyata Charles tengah menyetubuhi Adinda, tubuh telanjang
Adinda yang hanya tinggal mengenakan sepasang kaos kaki dan sepatu kets
ditiduri oleh Charles. Dengan garangnya Charles menggenjot tubuh Adinda,
iramanya cepat dan kasar sekali, tubuh lemah Adinda kembali
terguncang-guncang.
Kini nampak roman muka Adinda telah lunglai sepertinya hampir
pingsan, beberapa saat yang lalu masih kudengar suara rintihan lemah
yang keluar dari mulut Adinda namun kini suara itu hilang sama sekali.
Tidak lama kemudian Charlespun berejakulasi, kembali rahim Adinda
disiram dan dipenuhi oleh cairan sperma. Adinda nampak tidak sadarkan
diri dan pingsan.
Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, 4 jam lamanya kami memperkosa
Adinda. Kini tibalah waktu kami untuk angkat kaki, setelah kami
berpakaian rapi kemudian kami angkat tubuh Adinda dari ruang aula menuju
ke sebuah gudang dibagian paling belakang sekolah ini. Kami rebahkan
gadis cantik primadona sekolah ini di sana. Di sisinya kami tebarkan
baju seragam sekolah, tasnya serta HP miliknya yang sedari tadi terus
berbunyi.
Kini gadis cantik itu, terkulai pingsan di dalam gudang yang kotor,
badan telanjangnya dipenuhi dengan cairan-cairan sperma yang mulai
mengering, juga darah yang nampak masih menetes dari lubang duburnya
sebagai akibat disodomi oleh Charles tadi. Kemaluannyapun terlihat
kemerahan dan membengkak. Puas kami memperkosanya.
Tepat pukul 22.15 setelah kami menghilangkan jejak kami, kamipun
pergi meninggalkan gedung sekolah ini, berjalan menuju ke pelabuhan
dikota metropolitan ini untuk menumpang kapal yang entah kemana membawa
kami, menuju ke suatu tempat yang jauh dari kota metropolitan ini.
0 komentar:
Posting Komentar - Back to Content