Sudah 11
tahun aku (36) dinikahi Prayitno (40). Kami dikaruniai dua orang anak
yang masing-masing berusia 10 tahun dan 8 tahun. Kami tampak bahagia.
Lebih-lebih secara ekonomi kami memang berkecukupan. Karier suamiku di
sebuah BUMN yang bonafide, cukup cemerlang. Posisinyapun bagus.
Aku dan suamiku tidak pernah bertengkar, Artinya, segala persoalan yang mewarnai kehidupan rumah tangga kami, berhasil diatasi secepat mungkin. Aku merasa beruntung, suamiku bukan tipe lelaki yang ingin mendominasi rumah tangganya. Dia memberiku kesempatan untuk memberikan pendapat. Jika aku memprotes kebijakannya yang ku anggap salah, tentu dia akan mentoleransinya. Selanjutnya, dia akan menarik kembali kebijakannya tersebut, lantas mengubahnya sebagaimana yang ku harapkan.
Namun, tidak seorangpun tahu bahwa ada sebuah ganjalan dihatiku.
Berkaitan dengan kondisi seksualku. Jika selama ini suamiku tidak pernah
mengeluh tentang pelayanan seksualku di atas ranjang, itu bukan berarti
aku mendapatkan kesan yang sama.
Benar, selama 11 tahun berkeluarga, aku nyaris tidak pernah
mendapatkan orgasme. Kalaupun dihitung, barangkali hanya belasan kali
saja aku mencapai ke puncak orgasme di saat berhubungan intim dengan
suamiku.
Bahwa suamiku selalu mencapai puncaknya, memang benar. Ini lantaran
aku selalu mendoktrin diriku untuk selalu memberikan pelayanan yang
memuaskan untuk suamiku. Bahwa apakah aku puas atau tidak, itu bukan
menjadi problem yang berarti bagiku. Masalahnya, aku telah memiliki cara
khusus agar mencapai orgasme dengan mudah. Tentu saja dengan caraku
sendiri.
Sebenarnya sejak masa gadis, aku telah merasakan kepuasan tersendiri.
Caranya, aku bermain-main dengan selang di kamar mandi. Awalnya
kepuasan tersebut kuperoleh tanpa disengaja. Suatu hari iseng-iseng aku
menyemprotkan air lewat shower ke alat kemaluanku.
Tanpa ku sadari, aku merasakan kenikmatan luar biasa dari keisenganku
itu, ada perasaan nikmat yang tidak bisa ku ungkapkan dengan kata-kata
dari air yang mengalir dari selang yang menyentuh lembut bagian
clitorisku. Aku merasakan diriku seperti di atas awan dan kadangkala
tubuhku berkejat-kejat ketika aku tidak mampu menahan kenikmatan yang
kurasakan dari liang kewanitaanku. Sejak itulah hampir setiap hari aku
selalu bermain-main dengan selang kesayanganku di kamar mandi. Tentu
saja kebiasaanku ini tidak diketahui oleh anggota keluargaku lainnya.
Setahun kemudian, aku tak hanya menyemprotkan air lewat selang,
melainkan sudah memasukkan selang ke dalam liang liang kewanitaanku,
sekaligus menyemprotkan aliran air dengan kecepatan rendah. Kalau sudah
begini aku akan semakin betah bertahan di dalam kamar mandi.
Kebiasaanku ini semakin lama semakin meningkat kualitasnya. Semenjak
menikah aku sudah tidak mendapatkan kepuasan dari selang berukuran
sedang yang sering ku gunakan selama ini. Aku mencoba menganti ukuran
selangnya. Tentu saja berubah ke ukuran yang lebih besar. Dan, aku
kembali mendapatkan kepuasan baruku.
Suamiku tidak tahu bahwa lamanya aku di kamar mandi, bukan sekedar
untuk mandi atau mencuci tangan dan kaki saja. Sebab, aku selalu
beralasan bahwa aku biasa berlama-lama untuk mendapatkan refreshing,
“Aku kan sudah capek mengurus anak-anak. Jadi aku ingin menyegarkan
tubuhku dengan berlama-lama di kamar mandi”, alasanku. Dan, suamiku
tidak pernah mempersoalkannya lagi.
Sampai sekarang suamiku tidak mengetahui rahasiaku ini, sekedar
diketahui pembaca, aku memancing gairah seksualku, aku sering berkhayal
bersetubuh dengan lelaki yang bertubuh kekar, berotot dan memiliki
batang penis yang besar,panjang dan kokoh untuk mengawali petualanganku
di kamar mandi.
Anehnya lagi aku hanya membutuhkan waktu sekitar lima sampai dengan
sepuluh menit saja untuk mendapatkan puncak orgasme yang kuidam-idamkan.
Ini jauh berbeda jika aku ingin mendapatkan kepuasan bermain seks
dengan suamiku, harus mendapatkan pemanasan lebih dari lima belas menit,
karena itu selama di kamar mandi aku bisa mendapatkan kepuasan orgasme
mencapai tiga sampai empat kali berturut-turut. Dan ini ku lakukan
setiap hari, kecuali aku sedang mengalami menstruasi.
0 komentar:
Posting Komentar - Back to Content