Sebenarnya aku tidak istimewa, wajahku
juga tidak terlalu tampan, tinggi dan bentuk tubuhku juga biasa-biasa
saja. Tidak ada yang istimewa dalam diriku. Tapi entah kenapa aku banyak
disukai wanita. Bahkan ada yang terang-terangan mengajakku berkencan.
Tapi aku tidak pernah berpikir sampai ke sana. Aku belum mau pacaran.
Waktu itu aku masih duduk di bangku kelas dua SMA. Padahal hampir semua
teman-temanku yang laki, sudah punya pacar. Bahkan sudah ada yang
beberapa kali ganti pacar. Tapi aku sama sekali belum punya keinginan
untuk pacaran. Walau sebenarnya banyak juga gadis-gadis yang mau jadi
pacarku.
Waktu itu hari Minggu pagi. Iseng-iseng aku berjalan-jalan memakai
pakaian olah raga. Padahal aku paling malas berolah raga. Tapi entah
kenapa, hari itu aku pakai baju olah raga, bahkan pakai sepatu juga.
Dari rumahku aku sengaja berjalan kaki. Sesekali berlari kecil mengikuti
orang-orang yang ternyata cukup banyak juga yang memanfaatkan minggu
pagi untuk berolah raga atau hanya sekedar berjalan-jalan menghirup
udara yang masih bersih.
Tidak terasa sudah cukup jauh juga meninggalkan rumah. Dan kakiku
sudah mulai terasa pegal. Aku duduk beristirahat di bangku taman,
memandangi orang-orang yang masih juga berolah raga dengan segala macam
tingkahnya. Tidak sedikit anak-anak yang bermain dengan gembira.
Belum lama aku duduk beristirahat, datang seorang gadis yang langsung
saja duduk di sebelahku. Hanya sedikit saja aku melirik, cukup cantik
juga wajahnya. Dia mengenakan baju kaos yang ketat tanpa lengan, dengan
potongan leher yang lebar dan rendah, sehingga memperlihatkan seluruh
bahu serta sebagian punggung dan dadanya yang menonjol dalam ukuran
cukup besar. Kulitnya putih dan bersih celana pendek yang dikenakan
membuat pahanya yang putih dan padat jadi terbuka. Cukup leluasa untuk
memandangnya. Aku langsung berpura-pura memandang jauh ke depan, ketika
dia tiba-tiba saja berpaling dan menatapku.
“Lagi ada yang ditunggu?”, tegurnya tiba-tiba.
Aku terkejut, tidak menyangka kalau gadis ini menegurku. Cepat-cepat aku menjawab dengan agak gelagapan juga. Karena tidak menduga kalau dia akan menyapaku.
“Tidak…, Eh, kamu sendiri..?”,aku balik bertanya.
“Sama, aku juga sendirian”, jawabnya singkat.
“Lagi ada yang ditunggu?”, tegurnya tiba-tiba.
Aku terkejut, tidak menyangka kalau gadis ini menegurku. Cepat-cepat aku menjawab dengan agak gelagapan juga. Karena tidak menduga kalau dia akan menyapaku.
“Tidak…, Eh, kamu sendiri..?”,aku balik bertanya.
“Sama, aku juga sendirian”, jawabnya singkat.
Aku berpaling dan menatap wajahnya yang segar dan agak kemerahan.
Gadis ini bukan hanya memiliki wajah yang cukup cantik tapi juga punya
bentuk tubuh yang bisa membuat mata lelaki tidak berkedip memandangnya.
Apalagi pinggulnya yang bulat dan padat berisi. Bentuk kakinya juga
indah. Entah kenapa aku jadi tertarik memperhatikannya. Padahal biasanya
aku tidak pernah memperhatikan wanita sampai sejauh itu.
“Jalan-jalan yuk…”, ajaknya tiba-tiba sambil bangkit berdiri.
“Kemana?”, tanyaku ikut berdiri.
“Kemana saja, dari pada bengong di sini”, sahutnya.
“Jalan-jalan yuk…”, ajaknya tiba-tiba sambil bangkit berdiri.
“Kemana?”, tanyaku ikut berdiri.
“Kemana saja, dari pada bengong di sini”, sahutnya.
Tanpa menunggu jawaban lagi, dia langsung mengayunkan kakinya dengan
gerakan yang indah dan gemulai. Bergegas aku mengikuti dan mensejajarkan
ayunan langkah kaki di samping sebelah kirinya. Beberapa saat tidak ada
yang bicara. Namun tiba-tiba saja aku jadi tersentak kaget, karena
tanpa diduga sama sekali, gadis itu menggandeng tanganku. Bahkan
sikapnya begitu mesra sekali. Padahal baru beberapa detik bertemu. Dan
akujuga belum kenal namanya.
Dadaku seketika jadi berdebar menggemuruh tidak menentu. Kulihat
tangannya begitu halus dan lembut sekali. Dia bukan hanya menggandeng
tanganku, tapi malah mengge1ayutinya. Bahkan sesekali merebahkan
kepalanya dibahuku yang cukup tegap.
“Eh, nama kamu siapa…?”, tanyanya, memulai pembicaraan lebih dulu.
“Angga”, sahutku.
“Akh.., kayak nama perempuan”, celetuknya. Aku hanya tersenyum saja sedikit.
“Kalau aku sih biasa dipanggil Ria”, katanya langsung memperkenalkan diri sendiri. Padahal aku tidak memintanya.
“Nama kamu bagus”, aku memuji hanya sekedar berbasa-basi saja.
“Eh, boleh nggak aku panggil kamu Mas Angga?, Soalnya kamu pasti lebih tua dariku”,· katanya meminta.
“Eh, nama kamu siapa…?”, tanyanya, memulai pembicaraan lebih dulu.
“Angga”, sahutku.
“Akh.., kayak nama perempuan”, celetuknya. Aku hanya tersenyum saja sedikit.
“Kalau aku sih biasa dipanggil Ria”, katanya langsung memperkenalkan diri sendiri. Padahal aku tidak memintanya.
“Nama kamu bagus”, aku memuji hanya sekedar berbasa-basi saja.
“Eh, boleh nggak aku panggil kamu Mas Angga?, Soalnya kamu pasti lebih tua dariku”,· katanya meminta.
Aku hanya tersenyum saja. Memang kalau tidak pakai seragam Sekolah,
aku kelihatan jauh lebih dewasa. Padahal umurku saja baru tujuh belas
lewat beberapa bulan. Dan aku memperkirakan kalau gadis ini pasti
seorang mahasiswi, atau karyawati yang sedang mengisi hari libur dengan
berolah raga pagi. Atau hanya sekedar berjalan-jalan sambil mencari
kenalan baru.
“Eh, bubur ayam disana nikmat lho. Mau nggak…?”, ujarnya menawarkan, sambil menunjuk gerobak tukang bubur ayam.
“Boleh”, sahutku.
“Eh, bubur ayam disana nikmat lho. Mau nggak…?”, ujarnya menawarkan, sambil menunjuk gerobak tukang bubur ayam.
“Boleh”, sahutku.
Kami langsung menikmati bubur ayam yang memang rasanya nikmat sekali.
Apa lagi perutku memang lagi lapar. Sambil makan, Ria banyak bercerita.
Sikapnya begitu riang sekali, membuatku jadi senang dan seperti sudah
lama mengenalnya. Ria memang pandai membuat suasana jadi akrab.
Selesai makan bubur ayam, aku dan gadis itu kembali berjalan-jalan.
Sementara matahari sudah naik cukup tinggi. Sudah tidak enak lagi
berjalan di bawah siraman teriknya mentari. Aku bermaksud mau pulang.
Tanpa diduga sama sekali, justru Ria yang mengajak pulang lebih dulu.
“Mobilku di parkir disana…”, katanya sambil menunjuk deretan mobil-mobil yang cukup banyak terparkir.
“Kamu bawa mobil…?”, tanyaku heran.
“Iya. Soalnya rumahku kan cukup jauh. Malas kalau naik kendaraan umum”, katanya beralasan.
“Kamu sendiri…?”
Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu saja.
“Ikut aku yuk…”, ajaknya langsung.
“Mobilku di parkir disana…”, katanya sambil menunjuk deretan mobil-mobil yang cukup banyak terparkir.
“Kamu bawa mobil…?”, tanyaku heran.
“Iya. Soalnya rumahku kan cukup jauh. Malas kalau naik kendaraan umum”, katanya beralasan.
“Kamu sendiri…?”
Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu saja.
“Ikut aku yuk…”, ajaknya langsung.
Belum juga aku menjawab, Ria sudah menarik tanganku dan menggandeng
aku menuju ke mobilnya. Sebuah mobil starlet warna biru muda masih
mulus, dan tampaknya masih cukup baru. Ria malah meminta aku yang
mengemudi. Untungnya aku sering pinjam mobil Papa, jadi tidak canggung
lagi membawa mobil. Ria langsung menyebutkan alamat rumahnya. Dan tanpa
banyak tanya lagi, aku langsung mengantarkan gadis itu sampai ke
rumahnya yang berada di lingkungan komplek perumahan elite. sebenarnya
aku mau langsung pulang. Tapi Ria menahan dan memaksaku untuk singgah.
“Ayo..”, Sambil menarik tanganku, Ria memaksa dan membawaku masuk ke
dalam rumahnya. Bahkan dia langsung menarikku ke lantai atas. Aku jadi
heran juga dengan sikapnya yang begitu berani membawa laki-laki yang
baru dikenalnya ke dalam kamar.
“Tunggu sebentar ya…”, kata Ria setelah membawaku ke dalam sebuah kamar.
“Tunggu sebentar ya…”, kata Ria setelah membawaku ke dalam sebuah kamar.
Dan aku yakin kalau ini pasti kamar Ria. Sementara gadis itu
meninggalkanku seorang diri, entah ke mana perginya. Tapi tidak lama dia
sudah datang lagi. Dia tidak sendiri, tapi bersama dua orang gadis lain
yang sebaya dengannya. Dan gadis-gadis itu juga memiliki wajah cantik
serta tubuh yang ramping, padat dan berisi.
Aku jadi tertegun, karena mereka langsung saja menyeretku ke
pembaringan. Bahkan salah seorang langsung mengikat tanganku hingga
terbaring menelentang di ranjang. Kedua kakiku juga direntangkan dan
diikat dengan tali kulit yang kuat. Aku benar-benar terkejut, tapi tidak
bisa berbuat apa-apa. Karena kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba
sekali, hingga aku tidak sempat lagi menyadari.
“Aku dulu…, Aku kan yang menemukan dan membawanya ke sini”, kata Ria tiba-tiba sambil melepaskan baju kaosnya.
Kedua bola mataku jadi terbeliak lebar. Ria bukan hanya menanggalkan
bajunya, tapi dia melucuti seluruh penutup tubuhnya. Sekujur tubuhku
jadi menggigil, dadaku berdebar, dan kedua bola mataku jadi membelalak
lebar saat Ria mulai melepaskan pakaian yang dikenakannya satu persatu
sampai polos sama sekali.. Akhh tubuhnya luar biasa bagusnya.. baru kali
ini aku melihat payudara seorang gadis secara dekat, payudaranya besar
dan padat. Bentuk pinggulnya ramping dan membentuk bagai gitar yang siap
dipetik, Bulu-bulu vaginanya tumbuh lebat di sekitar kemaluannya.
Sesaat kemudian Ria menghampiriku, dan merenggut semua pakaian yang
menutupi tubuhku, hingga aku henar-benar polos dalam keadaan tidak
berdaya. Bukan hanya Ria yang mendekatiku, tapi kedua gadis lainnya juga
ikut mendekati sambil menanggalkan penutup tubuhnya.
“Eh, apa-apaan ini? Apa mau kalian…?”, aku membentak kaget.
“Eh, apa-apaan ini? Apa mau kalian…?”, aku membentak kaget.
Tapi tidak ada yang menjawab. Ria sudah menciumi wajah serta leherku
dengan hembusan napasnya yang keras dan memburu. Aku menggelinjang dan
berusaha meronta. Tapi dengan kedua tangan terikat dan kakiku juga
terentang diikat, tidak mudah bagiku untuk melepaskan diri. Sementara
itu bukan hanya Ria saja yang menciumi wajah dan sekujur tubuhku, tapi
kedua gadis lainnya juga melakukan hal yang sama.
Sekujur tubuhku jadi menggeletar hebat Seperti tersengat listrik,
ketika merasakan jari-jari tangan Ria yang lentik dan halus menyambar
dan langsung meremas-remas bagian batang penisku. Seketika itu juga
batang penisku tiba-tiba menggeliat-geliat dan mengeras secara sempurna,
aku tidak mampu melawan rasa kenikmatan yang kurasakan akibat penisku
di kocok-kocok dengan bergairah oleh Ria. Aku hanya bisa merasakan
seluruh batangan penisku berdenyut-denyut nikmat.
Aku benar-benar kewalahan dikeroyok tiga orang gadis yang sudah
seperti kerasukan setan. Gairahku memang terangsang seketika itu juga.
Tapi aku juga ketakutan setengah mati. Berbagai macam perasaan
berkecamuk menjadi satu. Aku ingin meronta dan mencoba melepaskan diri,
tapi aku juga merasakan suatu kenikmatan yang biasanya hanya ada di
dalam hayalan dan mimpi-mimpiku.
Aku benar-benar tidak berdaya ketika Ria duduk di atas perutku, dan
menjepit pinggangku dengan sepasang pahanya yang padat. Sementara dua
orang gadis lainnya yang kutahu bernama Rika dan Sari terus menerus
menciumi wajah, leher dan sekujur tubuhku. Bahkan mereka melakukan
sesuatu yang hampir saja membuatku tidak percaya, kalau tidak
menyaksikan dengan mata kepala sendiri.
Saat itu juga aku langsung menyadari kalau gadis-gadis ini bukan
hanya menderita penyakit hiperseks, tapi juga biseks. Mereka bisa
melakukan dan mencapai kepuasan dengan lawan jenisnya, dan juga dengan
sejenisnya. Bahkan mereka juga menggunakan alat-alat untuk mencapai
kepuasan seksual. Aku jadi ngeri dan takut membayangkannya.
Sementara itu Ria semakin asyik menggerak-gerakkan tubuhnya di atas
tubuhku. Meskipun ada rasa takut dalam diriku, tetapi aku benar-benar
merasakan kenikmatan yang amat sangat, baru kali ini penisku merasakan
kelembutan dan hangatnya lubang vagina seorang gadis, lembut, rapat dan
sedikit basah, Riapun merasakan kenikmatan yang sama, bahkan sesekali
aku mendengar dia merintih tertahan. Ria terus menggenjot tubuhnya
dengan gerakan-gerakan yang luar biasa cepatnya membuatku benar-benar
tidak kuasa lagi menerima kenikmatan bertubi-tubi aku berteriak
tertahan. Ria yang mendengarkan teriakanku ini tiba-tiba mencabut
vaginanya dan secara cepat tangannya meraih dan menggenggam batang
penisku dan melakukan gerakan-gerakan mengocok yang cepat, hingga tidak
lebih dari beberapa detik kemudian aku merasakan puncak kenikmatan yang
luar biasa berbarengan dengan spermaku yang menyemprot dengan derasnya.
Ria terus mengocok-ngocok penisku sampai spermaku habis dan tidak bisa
menyemprot lagi tubuhku merasa ngilu dan mengejang.
Tetapi Ria rupanya tidak berhenti sampai disitu, kemudian dengan
cepat dia dibantu dengan kedua temannya menyedot seluruh spermaku yang
bertebaran sampai bersih dan memulai kembali menggenggam batang penisku
erat-erat dengan genggaman tangannya sambil mulutnya juga tidak lepas
mengulum kepala penisku. Perlakuannya ini membuat penisku yang biasanya
setelah orgasme menjadi lemas kini menjadi dipaksa untuk tetap keras dan
upaya Ria sekarang benar-benar berhasil. Penisku tetap dalam keadaan
keras bahkan semakin sempurna dan Ria kembali memasukkan batangan
penisku ke dalam vaginanya kembali dan dengan cepatnya Ria menggenjot
kembali vaginanya yang sudah berisikan batangan penisku.
Aku merasakan agak lain pada permainan yang kedua ini. Penisku terasa
lebih kokoh, stabil dan lebih mampu meredam kenikmatan yang kudapat.
Tidak lebih dari sepuluh menit Ria memperkosaku, tiba-tiba dia menjerit
dengan tertahan dan Ria tiba-tiba menghentikan genjotannya, matanya
terpejam menahan sesuatu, aku bisa merasakan vagina Ria berdenyut-denyut
dan menxedot-nyedot penisku, hingga akhirnya Ria melepaskan teriakannya
saat ia merasakan puncak kenikmatannya. Aku merasakan vagina Ria
tiba-tiba lebih merapat dan memanas, dan aku merasakan kepala penisku
seperti tersiram cairan hangat yang keluar dari vagina Ria. Saat Ria
mencabut vaginanya kulihat cairan hangat mengalir dengan lumayan banyak
di batangan penisku..
Setelah Ria Baru saja mendapatkan orgasme, Ria menggelimpang di
sebelah tubuhku. Setelah mencapai kepuasan yang diinginkannya, melihat
itu Sari langsung menggantikan posisinya. Gadis ini tidak kalah liarnya.
Bahkan jauh lebih buas lagi daripada Ria. Membuat batanganku menjadi
sedikit sakit dan nyeri. Hanya dalam tidak sampai satu jam, aku digilir
tiga orang gadis liar. Mereka bergelinjang kenikmatan dengan dalam
keadaan tubuh polos di sekitarku, setelah masing-masing mencapai
kepuasan yang diinginkannya.
Sementara aku hanya bisa merenung tanpa dapat berbuat apa-apa.
Bagaimana mungkm aku bisa melakukan sesuatu dengan kedua tangan dan kaki
terikat seperti ini…?
Aku hanya bisa berharap mereka cepat-cepat melepaskan aku sehingga
aku bisa pulang dan melupakan semuanya. Tapi harapanku hanya tinggal
angan-angan belaka. Mereka tidak melepaskanku, hanya menutupi tubuhku
dengan selimut. Aku malah ditinggal seorang diri di dalam kamar ini,
masih dalam keadaan telentang dengan tangan dan kaki terikat tali kulit.
Aku sudah berusaha untuk melepaskan diri. Tapi justru membuat
pergelangan tangan dan kakiku jadi sakit. Aku hanya bisa mengeluh dan
berharap gadis-gadis itu akan melepaskanku.
Sungguh aku tidak menyangka sama sekali. Ternyata ketiga gadis itli
tidak mau melepaskanku. Bahkan mereka mengurung dan menyekapku di dalam
kamar ini. Setiap saat mereka datang dan memuaskan nafsu birahinya
dengan cara memaksa. Bahkan mereka menggunakan obat-obatan untuk
merangsang gairahku. Sehingga aku sering kali tidak menyadari apa yang
telah kulakukan pada ketiga gadis itu. Dalam pengaruh obat perangsang,
mereka melepaskan tangan dan kakiku. Tapi setelah mereka mencapai
kepuasan, kembali mengikatku di ranjang ini. Sehingga aku tidak bisa
meninggalkan ranjang dan kamar ini.
Dan secara bergantian mereka mengurus makanku. Mereka memandikanku
juga di ranjang ini dengan menggunakan handuk basah, sehingga tubuhku
tetap bersih. Meskipun mereka merawat dan memperhatikanku dengan baik,
tapi dalam keadaan terbelenggu seperti ini siapa yang suka? Berulang
kali aku meminta untuk dilepaskan. Tapi mereka tidak pernah menggubris
permintaanku itu. Bahkan mereka mengancam akan membunuhku kalau berani
berbuat macam-macam. Aku membayangkan kalau orang tua dan
saudara-saudara serta semua temanku pasti kebingungan mencariku.
Karena sudah tiga hari aku tidak pulang akibat disekap gadis-gadis
binal dan liar ini. Meskipun mereka selalu memberiku makanan yang lezat
dan bergizi, tapi hanya dalam waktu tiga hari saja tubuhku sudah mulai
kelihatan kurus. Dan aku sama sekali tidak punya tenaga lagi. Bahkan aku
sudah pasrah. Setiap saat mereka selalu memaksaku menelan obat
perangsang agar aku tetap bergairah dan bisa melayani nafsu birahinya.
Aku benar-benar tersiksa. Bukan hanya fisik, tapi juga batinku
benar-benar tersiksa. Dan aku sama sekali tidak berdaya untuk melepaskan
diri dari cengkeraman gadis-gadis binal itu.
Tapi sungguh aneh. Setelah lima hari terkurung dan tersiksa di dalam
kamar ini, aku tidak lagi melihat mereka datang. Bahkan sehari semalam
mereka tidak kelihatan. Aku benar-benar ditinggal sendirian di dalam
kamar ini dalam keadaan terikat dan tidak berdaya. Sementara perutku ini
terus menerus menagih karena belum diisi makanan. Aku benar-benar
tersiksa lahir dan batin.
Namun keesokan harinya, pintu kamar terbuka. Aku terkejut, karena
yang datang bukan Ria, Santi atau Rika Tapi seorang lelaki tua, bertubuh
kurus. Dia langsung menghampiriku dan membuka ikatan di tangan dan
kaki. Saat itu aku sudah benar-benar lemah, sehingga tidak mampu lagi
untuk bergerak. Dan orang tua ini memintaku untuk tetap berbaring.
Bahkan dia memberikan satu stel pakaian, dan membantuku mengenakannya.
“Tunggu sebentar, Bapak mau ambilkan makanan”, katanya sambil berlalu meninggalkan kamar ini.
“Tunggu sebentar, Bapak mau ambilkan makanan”, katanya sambil berlalu meninggalkan kamar ini.
Dan memang tidak lama kemudian dia sudah kembali lagi dengan membawa
sepiring nasi dengan lauk pauknya yang mengundang selera. Selama dua
hari tidak makan, membuat nafsu makanku jadi tinggi sekali. Sebentar
saja sepiring nasi itu sudah habis berpindah ke dalam perut. Bahkan satu
teko air juga kuhabiskan. Tubuhku mulai terasa segar. Dan tenagaku
berangsur pulih.
“Bapak ini siapa?”, tanyaku
“Saya pengurus rumah ini”, sahutnya.
“Lalu, ketiga gadis itu..”, tanyaku lagi.
“hh…, Mereka memang anak-anak nakal. Maafkan mereka, Nak…”, katanya dengan nada sedih.
“Bapak kenal dengan mereka?”, tanyaku.
“Bukannya kenal lagi. Saya yang mengurus mereka sejak kecil. Tapi saya tidak menyangka sama sekali kalau mereka akan jadi binal seperti itu. Tapi untunglah, orang tua mereka telah membawanya pergi dari sini. Mudah-mudahan saja kejadian seperti ini tidak terulang lagi”, katanya menuturkan dengan mimik wajah yang sedih.
“Bapak ini siapa?”, tanyaku
“Saya pengurus rumah ini”, sahutnya.
“Lalu, ketiga gadis itu..”, tanyaku lagi.
“hh…, Mereka memang anak-anak nakal. Maafkan mereka, Nak…”, katanya dengan nada sedih.
“Bapak kenal dengan mereka?”, tanyaku.
“Bukannya kenal lagi. Saya yang mengurus mereka sejak kecil. Tapi saya tidak menyangka sama sekali kalau mereka akan jadi binal seperti itu. Tapi untunglah, orang tua mereka telah membawanya pergi dari sini. Mudah-mudahan saja kejadian seperti ini tidak terulang lagi”, katanya menuturkan dengan mimik wajah yang sedih.
Aku juga tidak bisa bilang apa-apa lagi. Setelah merasa tenagaku
kembali pulih, aku minta diri untuk pulang. Dan orang tua itu
mengantarku sampai di depan pintu. Kebetulan sekali ada taksi yang
lewat. Aku langsung mencegat dan meminta supir taksi mengantarku pulang
ke rumahku. Di dalam perjalanan pulang, aku mencoba merenungi semua yang
baru saja terjadi.
Aku benar-benar tidak mengerti, dan hampir tidak percaya. Seakan-akan
semua yang terjadi hanya mimpi belaka. Memang aku selalu menganggap
semua itu hanya mimpi buruk. Dan aku tidak berharap bisa terulang lagi.
Bahkan aku berharap kejadian itu tidak sampai menimpa orang lain. Aku
selalu berdoa semoga ketiga gadis itu menyadari kesalahannya dan mau
bertobat. Karena yang mereka lakukan itu merupakan suatu kesalahan besar
dan perbuatan hina yang seharusnya tidak perlu terjadi.
0 komentar:
Posting Komentar - Back to Content